Studi Kasus Kabupaten Tasikmalaya

By | 11 Juli 2025

Kabupaten Tasikmalaya terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan luas sekitar 2.708,82 km² dan populasi sekitar 1,907 juta jiwa pada pertengahan 2023 menjadikannya kabupaten terbesar di wilayah Preanger Timur. Topografinya bervariasi, mulai dari dataran rendah (0–100 m dpl) di selatan hingga dataran tinggi (1.000–2.500 m dpl) di utara. Sekitar 78 % wilayahnya memiliki kemiringan tanah curam, menimbulkan tantangan dalam pengembangan infrastruktur.

Kecamatan Rajapolah termasuk salah satu pusat ekonomi kerajinan tangan tenun, tas, dan batik dengan populasi sekitar 52.000 jiwa di tahun 2023. Tasikmalaya juga dikenal sebagai “kota santri” karena memiliki lebih dari 800 pesantren.

Visi, Misi, dan Prioritas

Pemerintah Kabupaten menargetkan visi “religi, berdaya saing, dan sejahtera” untuk periode 2021–2026, dengan fokus pada peningkatan SDM, birokrasi profesional, penguatan desa sebagai pusat ekonomi, serta iklim investasi kondusif.

Pembangunan Infrastruktur

Penelitian di Desa Sindangjaya (Kec. Cikalong) menunjukkan bahwa modal sosial dan partisipasi masyarakat menjadi kunci keberhasilan pembangunan jalan desa antara 2015–2018. Pemerintah dan warga membentuk kemitraan yang setara dalam perencanaan hingga evaluasi.

Namun, kapasitas pemerintah dalam proyek yang lebih besar, seperti pembangunan jalan Trans Ciawi–Singaparna, mengalami kendala seperti keterbatasan anggaran (APBD), pembebasan lahan, serta kapasitas teknokratis dan politik yang belum optimal. Hal ini menegaskan pentingnya peningkatan tata kelola publik dan manajemen proyek.

Dampak Sosial–Ekonomi

Penambangan Pasir

Di Kecamatan Sukaratu (Desa Linggajati, Tawangbanteng, Gunungsari), penambangan pasir sejak 1984 memberikan pendapatan bagi daerah (NPV ≈ Rp 652 juta, BCR 1,4), namun meningkatkan laju erosi dari 1,43–1,99 menjadi 1,99–2,49 ton/ha/tahun. Kualitas air sungai menurun (TSS meningkat beberapa kali lipat), dan masyarakat mengindikasikan konflik lahan serta kekhawatiran atas kerusakan lingkungan.

Migrasi Sirkuler

Di Desa Pakalongan (Sodonghilir), penduduk melakukan migrasi sirkuler ke kota. Faktor penarik seperti lapangan kerja dan pendidikan yang lebih baik berdampak pada peningkatan pendapatan, fasilitas hidup, serta akses pendidikan dan layanan kesehatan. Namun, migrasi ini meninggalkan isu seperti kekurangan tenaga produktif dan terbengkalainya lahan pertanian serta industri kecil stagnan.

Inovasi Ekonomi Desa

Di Desa Sukakerta (Kec. Jatiwaras), pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) meningkatkan kesadaran masyarakat, menyediakan kebutuhan dasar, dan memberdayakan nelayan setempat melalui pelatihan pengolahan ikan. Namun, masih terdapat tantangan seperti kurangnya modal, manajemen, dan pemahaman masyarakat.

Disparitas Wilayah

Analisis wilayah pesisir antara 2009–2011 memperlihatkan disparitas pembangunan yang cukup tinggi dibanding wilayah non-pesisir, menandakan ketidakseimbangan ekonomi dan infrastruktur.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Penguatan partisipasi masyarakat dan modal sosial terbukti efektif, terutama dalam pembangunan infrastruktur skala desa.

Scale-up tata kelola dan kapasitas pemerintah diperlukan agar mampu menangani proyek strategis tanpa hambatan administratif dan anggaran.

Mitigasi dampak lingkungan terutama dari penambangan pasir perlu dilakukan bersama pendekatan ekonomi, teknik konservasi, dan regulasi.

Sinergi BUMDes dan migrasi memberi peluang, namun membutuhkan peningkatan SDM, akses modal, dan infrastruktur yang mendukung agar potensi ekonomi desa tetap berkembang.

Penanganan disparitas wilayah, terutama pesisir, harus melalui pembangunan ekonomi lokal yang berbasis sumber daya alam dan pariwisata berkelanjutan. Kabupaten Tasikmalaya menyajikan gambaran komprehensif mengenai keragaman tantangan dan peluang di daerah tropis dengan topografi curam membutuhkan pendekatan pembangunan berbasis komunitas, perbaikan birokrasi, dan pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan. 

Kesimpulan Studi Kasus Kabupaten Tasikmalaya

Kabupaten Tasikmalaya menghadapi berbagai tantangan pembangunan yang kompleks, mulai dari topografi yang sulit, keterbatasan anggaran, hingga dampak lingkungan dari kegiatan ekonomi seperti penambangan pasir. Meski demikian, terdapat potensi besar yang dapat dikembangkan melalui penguatan partisipasi masyarakat, pengelolaan sumber daya desa, serta optimalisasi program-program seperti BUMDes. Studi kasus menunjukkan bahwa keberhasilan pembangunan di tingkat desa sangat dipengaruhi oleh kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah. Namun, untuk proyek berskala besar, diperlukan peningkatan kapasitas tata kelola dan perencanaan yang lebih matang. Selain itu, isu-isu seperti migrasi, kesenjangan wilayah pesisir, dan kerusakan lingkungan harus ditangani dengan kebijakan yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan pendekatan pembangunan berbasis potensi lokal, tata kelola yang baik, serta pemanfaatan sumber daya manusia dan alam secara bijak, Kabupaten Tasikmalaya memiliki peluang besar untuk tumbuh menjadi daerah yang lebih sejahtera, berdaya saing, dan berkelanjutan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *